Kolaborasi KPC dan Asosiasi Usaha Ternak Ayam Petelur Sangatta Kembangkan Ayam Petelur di Lahan Pasca Tambang

Loading

KUTAI TIMUR – PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan Asosiasi Usaha Ternak Ayam Petelur Sangatta (AS-UTAPS) menjalin kolaborasi strategis untuk mengembangkan peternakan ayam petelur di lahan pascatambang. Program ini menjadi model percontohan pemanfaatan lahan bekas tambang untuk ketahanan pangan di Kutai Timur.

Berlokasi di Peternakan Sapi Terpadu (Pesat) Jalan Kabo Jaya Sangatta, kolaborasi ini memadukan keunggulan infrastruktur dari KPC dengan keahlian peternak lokal. Superintendent Conservation and Agribusiness Development PT KPC, Nugroho Dewanto, mewakili General Manager External Affair And Sustainable Development Wawan Setiawan menjelaskan program ini merupakan implementasi dari komitmen perusahaan terhadap pengembangan ekonomi lokal pascatambang.

“Program ini bertujuan mendukung ketahanan pangan nasional melalui pengembangan peternakan ayam petelur di kawasan pascatambang,” ujar Nugroho saat ditemui di lokasi peternakan, Kamis (24/4/2025).

Kolaborasi antara KPC dan AS-UTAPS menerapkan pembagian peran yang jelas. KPC menyediakan infrastruktur berupa kandang, listrik, air, dan fasilitas penunjang lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh anggota asosiasi tanpa biaya. Fasilitas ini dibangun di atas lahan pascatambang yang telah direklamasi, mendukung program reklamasi berkelanjutan perusahaan.

Sementara itu, anggota AS-UTAPS menjalankan operasional peternakan dengan modal pribadi, mencakup pengadaan bibit ayam (Day Old Chick/DOC), pakan selama proses pembesaran 14 minggu, vitamin, vaksin, dan biaya tenaga kerja. Biaya pokok produksi yang ditanggung peternak mencapai sekitar Rp 65.000 per ekor.

“Dalam sekali pembesaran dengan jumlah 6.000 ekor, anggota asosiasi mengeluarkan modal pribadi sekitar Rp 400 juta,” ungkap Ketua Asosiasi, Eddy Palinggi.

Model bisnis yang diterapkan memungkinkan pengelola menjual pulet (ayam siap bertelur) ke anggota asosiasi dengan harga Rp 85.000 per ekor, menciptakan rantai nilai ekonomi yang berkelanjutan di kalangan peternak lokal.

Kolaborasi ini membawa manfaat nyata bagi masyarakat sekitar. Sebanyak 50 ekor ayam pulet telah diserahkan ke Koramil Sangatta Utara sebagai demplot percontohan, berasal dari sumbangan pengurus AS-UTAPS yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi A DPRD Kutai Timur. Di sisi lain, PT KPC memberikan bantuan ayam petelur untuk RT 37 Teluk Lingga.

“Kami memberikan 50 ekor ayam pulet untuk demplot di Koramil, yang nantinya diharapkan dapat berkembang lebih lanjut dan menjadi inspirasi bagi masyarakat,” kataEddy.

 

MENGATASI DEFISIT TELUR

Program kolaborasi ini hadir di tengah defisit produksi telur yang signifikan di Kutai Timur. Ketua AS-UTAPS, Eddy Palinggi, mengungkapkan bahwa produksi telur lokal masih jauh dari kebutuhan pasar.

“Saat ini, kami memiliki sekitar 80.000 ekor ayam, tapi itu hanya memenuhi kurang dari 30 persen kebutuhan telur harian di wilayah ini,” ungkap Eddy.

AS-UTAPS kini, imbuhnya, mengelola lebih dari 30 kandang yang tersebar di wilayah Sangatta Selatan, Sangatta Utara, Rantau Pulung, hingga Kaubun. Eddy menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan yang diberikan KPC.

“Kami dari asosiasi menyampaikan terima kasih dan rasa bangga terhadap support yang dilakukan KPC. Bantuan ini tidak hanya memberikan dampak ekonomi, tetapi juga membangun ketahanan pangan daerah,” ujarnya.

Meskipun kerjasama formal baru dimulai, Eddy mengatakan komunikasi antara asosiasi dan KPC telah terjalin sejak lama. “Kami sering berkomunikasi dengan KPC, dan dengan program ini ke depannya, pelibatan masyarakat tentu semakin baik,” ucapnya.

Dalam hal pemasaran, AS-UTAPS telah membangun jaringan distribusi yang menjangkau pasar modern. “Telur yang ada di Indomaret itu berasal dari kandang peternak lokal kita,” kata Eddy.

 

EKONOMI SIRKULAR

Keunggulan program ini terletak pada penerapan konsep ekonomi sirkular, terutama di wilayah RT 37 Teluk Lingga. Sampah organik diolah menjadi media tumbuh untuk larva Black Soldier Fly (BSF) atau maggot, yang kemudian menjadi sumber protein berkualitas tinggi untuk pakan ayam petelur. Kotoran ayam selanjutnya diolah menjadi pupuk organik untuk pertanian lokal.

“Ekonomi sirkular ini berawal dari pengelolaan sampah, kemudian dikembangkan menjadi pakan maggot. Hasilnya, masyarakat dapat meningkatkan pendapatan melalui budidaya ikan lele dan ayam,” jelas Nugroho.

Ketua RT 37 Teluk Lingga, Anung Prasatyo, mengatakan program ini menerapkan sistem bagi hasil dengan proporsi 60:40, dimana 60% keuntungan untuk kelompok peternak dan 40% untuk pengembangan program.

Program ini juga menerapkan sistem pengelolaan limbah terpadu untuk memastikan kegiatan peternakan tidak mengganggu lingkungan sekitar.

“Kami menerapkan sistem pengelolaan limbah terpadu untuk memastikan budidaya ayam ini ramah lingkungan. Hasil dari budidaya ayam ini akan dibagi dengan RT sehingga bisa terus berkembang dan memberikan manfaat berkelanjutan bagi warga,” papar Anung.(ogy/Q)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini