Kampung Melawan; Bertahan Hidup di Balik Gemerlap Taman Nasional Kutai

Taman Nasional Kutai (TNK) adalah salah satu kawasan pelestarian alam di Provinsi Kalimantan Timur, yang menjadi simbol keanekaragaman hayati hutan hujan tropis dataran rendah, dengan ketinggian 0-400 meter di atas permukaan laut. (aset: ai/newscorner)

Loading

Kutai Timur – Taman Nasional Kutai (TNK) adalah salah satu kawasan pelestarian alam di Provinsi Kalimantan Timur, yang menjadi simbol keanekaragaman hayati hutan hujan tropis dataran rendah, dengan ketinggian 0-400 meter di atas permukaan laut.

Kawasan ini dihuni oleh berbagai flora dan fauna yang langka dan eksotis, menjadikannya terkenal di tingkat nasional maupun internasional atas keberhasilannya dalam melestarikan alam.

Namun, di balik ketenaran tersebut, tersembunyi sebuah komunitas yang jauh dari gemerlap prestasi TNK. Mereka menyebut diri sebagai masyarakat Kampung Melawan. Dengan kondisi kehidupan yang memprihatinkan, kampung ini menghadapi keterbatasan yang sangat kontras dengan kekayaan alam yang mereka diami.
Terdapat sekitar 300 jiwa yang hidup di Kampung Melawan, tersebar dalam 40 rumah tangga dan 30 bangunan yang jauh dari kata layak huni. Di tengah keindahan TNK, masyarakat ini menggantungkan hidup mereka di alam, namun tidak bisa menikmati kekayaan yang seharusnya dapat diakses. Pendidikan, kesehatan, bahkan fasilitas dasar kehidupan adalah kemewahan yang tak pernah mereka rasakan.

Anak-anak yang seharusnya bersekolah, kini buta huruf dan terpaksa membantu orang tua di ladang demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bukan karena orang tua tidak peduli, melainkan karena mereka tidak punya pilihan lain. Pernikahan dini dan kasus stunting bukan lagi sesuatu yang menakutkan bagi mereka. Bisa bertahan hidup saja sudah merupakan berkah.

Namun, di tengah keterpurukan itu, secercah harapan datang dari Sekolah Alam Melawan, sebuah komunitas relawan yang didukung oleh PT Indominco Mandiri. Sejak berdiri pada Juni 2020, relawan dari berbagai latar belakang ini berusaha memberikan harapan baru kepada anak-anak Kampung Melawan, khususnya di bidang pendidikan. Mereka dengan semangat mengajarkan anak-anak mengenai pelajaran dasar membaca, menulis, dan berhitung yang selama ini menjadi hal asing bagi mereka.

Salah satu penggerak utama Sekolah Alam Melawan adalah Rosliati, yang juga merupakan Penjabat Sementara Kepala Desa Persiapan Pinang Raya. Ia menceritakan awal mula terbentuknya komunitas ini.

“Awalnya yang datang ke sini adalah Mbak Nina, seorang konsultan dari PT Indominco Mandiri. Setelah melakukan beberapa riset dan pendekatan, serta melibatkan pemerintah daerah melalui program Sapa Warga, barulah teridentifikasi masalah di kampung ini,” cerita Rosliati.

Setelah survei, ditemukan bahwa banyak anak usia sekolah di Kampung Melawan yang tidak bersekolah. Hal ini memotivasi Nina untuk terlibat secara langsung dengan mengajar anak-anak, meskipun jumlah muridnya saat itu sangat sedikit. Melihat semangat Nina, Rosliati bersama beberapa relawan lainnya ikut terlibat dan mendirikan Sekolah Alam Melawan.

Rosliati berharap besar kepada pemerintah agar tidak menutup mata terhadap kondisi Kampung Melawan.

“Kami sangat berharap pemerintah tidak menutup mata, meskipun kami berada di dalam kawasan TNK. Setidaknya, masyarakat di sini juga berhak mendapatkan kehidupan yang layak, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan,” katanya penuh harap.

Pertanyaannya kini, apakah Kampung Melawan akan merasakan manfaat dari besarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Timur? Atau apakah mereka akan terus hidup dalam keterbatasan, hanya mendengar kabar dari jauh tentang kekayaan alam di kampung yang mereka diami?
(ai)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini