Merdeka dan dimerdekakan

KUTAI TIMUR – Dari sebuah artikel, saya menemukan definisi kemerdekaan yang singkatnya seperti ini “Kemerdekaan secara sederhana dapat diartikan sebagai kondisi suatu bangsa atau negara yang bebas dari penjajahan atau kekuasaan asing”. Dari definisi ini, benarkah saat ini, kita telah merdeka?.
Jika ditinjau dari definisi di atas, kita masih termasuk negara yang tidak bebas dari kekuasaan orang asing. Sebab, ternyata masih banyak perusahaan tambang yang sebagian besarnya, milik orang asing. Dengan ini, indonesia tidak tepat dikatakan merdeka. Lantas apa yang dimaksud dengan merdeka oleh mereka yang merayakan kemerdekaan?. Merdeka dari siapa dan merdeka dari apa?
Pertanyaan ini masih terlontar di masyarakat yang masih merasakan ancaman di dalam hidupnya, sehingga mereka menganggap kemerdekaan hanyalah cerita fiktif belaka yang hanya dirasakan oleh masyarakat kelas atas. Sedangkan, kelas bawah tak merasakannya.
Mari kita lihat, benarkah indonesia sudah merdeka dari tiga dimensi, yaitu dimensi ekonomi, dimensi hukum, dan sejarah. Dari dimensi ekonomi, Indonesia belum tepat dikatakan merdeka. Sebab, Indonesia masih ketergantungan ekonomi terhadap negara maju dalam hal ini investasi teknologi dan pasar.
Kemudian, yang tak kala penting ialah eksploitasi sumber daya alam, yang dilakukan oleh perusahaan- perusahaan dengan alibi ingin membangun ekonomi di wilayah tersebut, nyatanya meng’ekspolitasi sumber daya alam yang ada. dibuktikan dengan salah satu perusahaan yang ada di kabupaten Luwu Timur, yang beberapa tahun silam pemerintah mencabut AMDAL-nya. Akibatnya, ia sementara tak boleh ber’oprasi.
Mengapa hal tersebut terjadi?. Alasannya, perusahaan terkadang mendahulukan keuntungan dibanding dampak yang timbul akibat eksploitasi yang di lakukan. Akibatnya, PHK dan kerusakan alam tak terhindarkan. Dampaknya lagi dan lagi adalah masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Implikasinya, angka kemiskinan semakin meningkat. Padahal, semestinya perusahaan tersebut hadir untuk mengurangi angka kemiskinan, namun yang terjadi justru sebaliknya.
Selanjutnya, dari dimensi hukum. Ternyata, Indonesia sejak ia merdeka belum mampu menerapkan kitab hukum nya sendiri. Buktinya, KHUP yang ada saat ini, masih warisan negara asing. Dari sini, sadar atau tidak kita belum tepat dikatakan merdeka dari dimensi hukum. Jika kedua hal tersebut ternyata kita belum sepenuhnya merdeka maka pantaskah kita berleha-leha di rumah dengan secangkir kopi tanpa memikirkan bagaimana bangsa ini kedepannya?. Kita berdiskusi eloknya seorang profesor, namun ketika dihadapkan dengan perjuangan membela negara, kita tak melakukannya, kecuali diberikan sebuah lembaran kertas yang di atasnya terukir angka Rp, sungguh memalukan.
Perjuangan belum selesai, perjalanan pun belum sampai. Olehnya, sebagai generasi muda, kita hendaklah menciptakan sesuatu yang mampu memberikan kontribusi pada negara bukan malah sebaliknya menjadi beban negara dengan mengharap bansos dari pemerintah.
Dari sisi sejarah, pada 6 Agustus 1945, Kota Hiroshima, Jepang, luluh lantak akibat bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat. Tiga hari berselang, tepatnya pada 9 Agustus 1945, Amerika Serikat kembali menjatuhkan serangan bom atom di Kota Nagasaki, Jepang. Hanya dalam waktu singkat, kedua bom atom ini berhasil menewaskan ratusan ribu orang di Hiroshima dan Nagasaki. Akibatnya, Jepang yang sudah kalah telak terpaksa menyerah kepada Sekutu, yang sekaligus menjadi penanda berakhirnya Perang Dunia II.
Jepang pun berusaha agar berita kekalahan mereka, tidak terdengar oleh rakyat Indonesia. Akan tetapi, pada akhirnya, para golongan muda mengetahui berita kekalahan Jepang. Mereka segera mendesak Soekarno dan Hatta agar memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pada wilayah sejarah ini saya hanya memberikan informasi sebagaimana yang saya ketahui dan pembaca hendaklah menganalisa hasil bacaannya apakah yang dibaca telah tepat atau tidak.(../am).
Tinggalkan Balasan