Persidangan ke-2 Perkara Sajam di Areal APE Digelar
![](https://www.newscorner.co.id/wp-content/uploads/2024/11/bennerkominfo2.jpg)
KUTAI TIMUR – Empat terdakwa yang terjerat hukum tindak pidana senjata tajam atas laporan dari Perusahaan Tambang Batubara berinisial APE di kabupaten Kutai Timur (Kutim), hari ini, Selasa (23 Januari 2024), menjalani sidang dengan agenda mendengarkan pendapat ahli yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Sangatta Kabupaten Kutai Timur.
Didampingi tim Kuasa Hukumnya yang diketuai oleh Lukas Himuq,SH.,MH.4 terdakwa yakni inisial SI, YS, KK dan YR, mengikuti prosesi persidangan yang dilakukan secara video conference diakibatkan saksi ahli dari Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) tidak dapat hadir secara langsung.
Dikonfirmasi langsung seusai jalannya sidang, Kuasa Hukum para terdakwa, Lukas Himuq, menuturkan bahwa sidang saat ini merupakan sidang kedua yang dijalani para terdakwa.
Dalam sidang kedua dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari jaksa penuntut Umum tersebut diketahui bahwa lahan yang digarap oleh para terdakwa berada di kawasan hutan produksi yang juga terkait dengan izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atas nama PT Tambang Batu Bara Harum (TBH). Keterangan ahli menerangkan bahwa lokasi merupakan kawasan hutan masuk ke dalam hutan produksi, lahan yang digarap terdakwa ini di hutan produksi.
Lukas juga menyebutkan bahwa dalam sidang tersebut saksi ahli yang diketahui bernama Anggariansyah menerangkan ketika di kawasan hutan produksi ada izin perusahaan jika digantikan perusahaan baru maka perusahaan baru harus memperbarui izinnya. Sedangkan penggunaan sajam di areal kawasan hutan juga tidak diperbolehkan.
“Menurut Saksi Ahli, IPPKH merupakan milik PT TBH. Masyarakat masuk kawasan hutan tidak boleh membawa parang. Padahal dalam Undang Undang Darurat Pasal 2 Ayat 2 ada kategori sajam. Jika alat yang digunakan itu untuk perkebunan diperbolehkan dan sebaliknya,” ucapnya.
Ditanya soal kemungkinan adanya kriminalisasi oleh perusahaan ataupun oknum penegak hukum dalam upaya penetapan terdakwa, Lukas menyampaikan bahwa dalam fakta persidangan hal tersebut tidak diketemukan. Mengingat para terdakwa memang diketahui melakukan aktifitas berkebun di areal Hutan Produksi.
Mengenai legalitas laporan yang mengakibatkan 4 terdakwa tersebut harus menjalani proses hukum mengingat pemilik IPPKH dan juga pelapor bukan perusahaan yang sama, Lukas belum dapat memberikan tanggapan lebih lanjut dan menunggu fakta persidangan selanjutnya yang diagendakan pada 6 Februari 2024 mendatang dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli pertambangan yang dihadirkan oleh JPU.
“Belum bisa kami simpulkan seperti itu, kita tunggu sidang lanjutannya dulu dan lihat pasal mana yang dipakai oleh JPU,” tukasnya.(Q)
Tinggalkan Balasan