Egaliter; Belajar Pada Sosok Buya Syafii
Egaliter; Belajar Pada Sosok Buya Syafii
Dr. Hartono
Dosen STAIS Kutai Timur & Direktur Lingkar Masyarakat Madani (LMM)
Ketika mendengar nama Buya Syafii maka yang terlintas sekilas adalah sosok sederhana dalam banyak hal. Bahkan beliau yang bernama lengkap Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif tak sungkan berbaur dengan masyarakat luas, berpergian ke kampus memakai sepeda atau kemasjid dengan berjalan kaki dan seterusnya.
Dibalik kesederhanaan itu, tentu ada pelajaran berharga yang Buya ingin sampaikan kepada kita yakni soal egaliatarianisme.
Setidaknya tahun 2003, pengalaman subjektif penulis pernah bertemu dan menimba ilmu kepada beliau. Bawaan yang humble dan penuh kesederhanaan menjadi karater khas dari sosok Buya Syafii, beliau bahkan tidak berbangga diri dengan gelar serta jabatan yang diembanya.
Jika diruntut, setidaknya ketua umum PP Muhammadiyah, Watimpres, Pendiri Maarif Institut dan Guru Besar Sejarah pernah diembannya. Dengan perjalanan yang begitu panjang dan kontribusinya yang begitu besar maka sangat tepat jika masyarakat Indonesia meyebut sosok Buya Syafii sebagai sosok negarawan sejati.
Disamping kesibukan Buya Syafii, beliau juga sosok produktif dalam menulis buku maupun opini, pendapat diberbagai media, pesan beliau yang masih terngiang adalah “menulislah sebagai bentuk pengabdian dan pencerahan”.
Kembali pada diksi egalitar atau egalitarianisme adalah kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama, seimbang, sederajat dalam dimensi agama, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Value diatas tentu menjadi ruh dan spirit yang barangkali sangat penting untuk kita hadirkan hari ini, sebab hari ini masih banyak sekali kita ketemukan sekat-sekat atau bahkan kotak-kotak yang membatasi diantara kita.
Bagi orang kaya atau berpunya acapkali tidak perduli dengan orang yang tak berpunya, bagi orang yang berilmu kadangkala seringkali mengabaikan orang awam dan bagai penjabat bahaya latennya adalah selalu menunjukan sikap otoriternya.
Ini bahaya untuk keberlangsung kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini ditengah kemajemukan yang ada. Sebab itu, kesadaran koletif melalui pemahaman yang tepat dan benar dalam banyak aspek menjadi sangat urgen.
Kemudian adapun pemikiran besar Buya Syafii yang mengantarkan beliau sebagai sosok negarawan sejati adalah sebagai berikut. Dalam bidang keagamaan beliau selalu menunjukan sikap atau faham inklusivitas (terbuka) dengan cara memposisikan diri kedalam posisi yang sama dan sejajar dengan kelomppok lain sehingga akan lahir saling memahami, menghormati dan harmoni.
Pun demikian, moderasi keagamaan musti mampu dihadirkan ditengah keberagamaan dan keberagaman yang ada. Jangan sampai kita sibuk bertameng dibelakang agama, menjual agama untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Bagi beliau keberagamaan adalah sebauah sunatullah, keniscayaan yang harus terus dirawat dan dijaga keberlangsunganya. Perbedaan bukan untuk disatukan dengan dalil dan dalih kesatuan namun perbedaan harus dijaga dan dirawat dalam bentuk sumbu-sumbu yang saling menguatkan satu sama lain.
Pemikiran selanjutnya adalah soal politik. Menurut Buya Syafii politik itu buram, kotor dan sangat menjijikan manakala politik itu hanya dijalankan dan dikuasai oleh sosok-sosok yang haus akan kuasa dan jabatan, terlebih jalan kekuasaan yang dijalani memiliki kecendrungan jahat, menghalalkan money politik dan tidak demokratis.
Namun demikian, sebaliknya politik akan menjadi mulia manakala mampu diemban oleh sosok-sosok dengan integritas yang tinggi, politik bukan tujuan sebab tujuanya adalah menghadirkan kebaikan dan kemaslahatan untuk masyarakat yang dipimpin.
Beliau selalu berpikir politik itu suci seperti halnya yang dilakukan oleh Bung Karno, sebab dengan jalan politik yang apik itulah Indonesia bisa merdeka.
Sebagai kalimat pamungkas, sampai saat ini kita masih defisit dan membutuhkan sosok dan figur yang benar-benar faham baik sisi keagamaan dan politik kekinian. Dengan harapan itu tentu, generasi-generasi anak bangsa selalu ditunggu kontribusi dan pikiran besarnya bukan generasi yang berpikir instan dan kerdil.
Tinggalkan Balasan